Wednesday, April 9, 2008

Rimbawan lagi!

MERDEKA!!!!! !

Menggagas kata "rimbawan" bisa serius atau sambil lalu, dari gojek kere sampai diskusi keras balang-balangan kursi.:-?

Mohon baca:
http://www.bernas. co.id/news/ CyberNas/ /4922.htm
Bapak Sambas di koran bernas tersebut pada link di atas,
Menekankan pentingnya peran "rimbawan" dalam mengelola hutan berbasis ekosistem.
Artinya peran serta rimbawan bukan pada satu titik tertentu, yaitu "tinggal" di hutan. Ini sebuah gambaran dari email Om Yogi terdahulu.
Ttg WJS Purwodarmintonya manut aja deh, secara males ke perpus buat liat.

Asal kata rimba+wan(atau wati juga boleh lah...:D).

rim·ba n hutan lebat (yg luas dng pohon yg besar-besar) : hilang tidak tentu -- nya, hilang lenyap tanpa meninggalkan kesan atau jejak; 
-- beton daerah (kota) yg penuh dng bangunan bertingkat: pada akhir abad ke-20 ini Jakarta akan menjadi -- beton; -- raya hutan yg amat besar; 
me·rim·ba v 1 menjadi spt rimba: ladangnya sudah ~; 2 pergi atau bekerja di rimba: setiap hari ia ~ mencari kayu bakar; 
pe·rim·ba n orang yg mencari nafkah di rimba: perkelahian seru antara ~ dng harimau

rim·ba·wan n 1 ahli kehutanan; 2 pencinta hutan
Kedua kata tersebut bersumber dari:
http://pusatbahasa. diknas.go. id/kbbi/index. php

Tentang batasan rimba/hutan secara keilmuan rasa-rasanya cukup bisa diwakili oleh kamus itu dalam bahasan sekarang ini. Walau ada penjelasan yang lebih mendalam terlebih mengenai syarat2 sebuah kawasan bisa disebut hutan atau rimba (jadi ingat Ekologi Hutan I).

Sepakat dengan Om Yogi bahwa konyol jika rimbawan adalah "tarzan". Sepakat lagi pada Om Yogi bahwa rimbawan adalah "tjap" bagi yang ikut (atau ikut2an) ngurusin hutan entah outcomenya apa. Seperti yang diungkapkan salah satu guru besar kita tadi bahwa pengelolaan hutan sekarang berbasis ekosistem.

Tentang romantisme, ada yang ingat di perpustakaan kehutanan ada buku bulukan tulisan jaman baheula dari seorang bos wassen di hutan jati jawa. Dia seorang penjaga hutan, tunggangan sehari2nya kuda, dengan pistol dan senapan. Bisa dilihat juga di Manggala, pakaian seorang "jagawana" pada jaman itu dengan pelana kudanya kalau ndak salah. Apakah romantisme menunggangi kuda, topi kulit pistol dan bedil masih relevan?.
Kata rimbawan berkesan megah gagah..... tidak takut keluar masuk hutan mengarungi sungai banjir tidur berselimut embun diiringi orkestra serangga bertusuk gigi bulu landak. Seperti Indiana Jones yang bergulat dengan artefak2 kuno. Apakah kegagahan dan nama besar yang kemudian dicari dalam nama rimbawan?.

Batasan dalam kamus besar bahasa indonesia, menarik sekali karena dalam kamus tersebut (link di atas) menyebutkan tentang adanya perimba, orang mencari nafkah di hutan.
Pergeseran budaya dan kemajuan mungkin bisa digunakan sebagai landasan logika berpikir bahwa mencari nafkah di rimba bukan lagi para peramu, pemburu. Sehingga bagi saya semua orang yang bekerja dalam sektor kehutanan belom tentu rimbawan (yang secara gambang ditulis dalam kamus itu sebagai ahli kehutanan dan pecinta hutan).Tetapi perimba bisa juga menjadi seorangrimbawan, jika memiliki nilai "ahli" (pada taraf tertentu) tentang hutan dan juga mencintai hutan. Jika dibalik, apakah rimbawan bisa menjadi perimba, bagi saya sangat mungkin ketika ke"achli"an tentang hutan tadi telah dilupakan dan kecintaan terhadap hutan telah luntur. Jadi semangatnya adalah semangat "mencari" nafkah doang.

Hutan saat ini
, jika kemudian nilai yang mendasari pemanfaatannya adalah "cuma" finansial semata-mata, bukan kemudian seperti yang tertera dalam uang logam Rp 100 jaman lalu (hutan untuk kesejahteraan) . Artinya semata-mata nguntal kayu demi kekayaan segelintir orang saja. Maka sah-sah saja (bagi saya) menyebutnya sebagai perimba. Yang jelas berbeda dengan rimbawan.

Sehingga (sekali lagi) bagi saya kesimpulan bahwa; rimbawan itu adalah sikap mental (menurutku yang bukan rimbawan). Bukan karena ijazah, tapi karena pikiran, perhatian, dan dedikasinya untuk perbaikan dan pembangunan hutan Indonesia (Kartiko, 2008) adalah TJOTJOK.

Nilai-nilai yang ada didalam diri itulah yang menunjukkan apakah dia rimbawan atau bukan. Para pemikir di LIPI (atau mana saja), para penggagas nasib rakyat di DPR bisa jadi seorang rimbawan yang baik walau  mungkin tidak pernah masuk ke hutan tetapi mereka mencurahkan energi bagi  perbaikan dan pembangunan hutan Indonesia. Dan orang yang memiliki dasar keilmuan kehutanan belum tentu seorang rimbawan ketika nilai yang di"usung" dalam kesehariannya adalah "rupiah".

Menggunakan "Tjap" rimbawan, menstempel kening kita dengan kata "rimbawan" pada akhirnya adalah sebuah pilihan. Yang mau memakai tjap itu tentunya harus menyadari batasan dan "beban moral" atau pun social obligation yang terbawa dalam kata rimbawan tersebut.
Dan memilih menjadi perimba adalah sah hukumnya walau mungkin akhirnya (pada kasus-kasus terntentu) akan berhadapan dengan sang Rimbawan.
Selamat memilih untuk mentattoo kening atau lengan dengan kata rimbawan.... ..
Yang jelas rimbawan ada di hati dan otak.


aku sendiri lebih suka menyebut diriku pengelana rimba
Yang tidak memiliki Jane tetapi Lily.

Salam,
Anton Mandra

1 comment:

imron said...

rimbawan = riang gembira kalo dapat perawan

tony-regol