Sunday, March 30, 2008

Ospek lagi!! dan Pu Getas

Hey Guys!!
ini ada kiriman lagi dari kang Lurah aji, melengkapi foto -foto Bromonya
Om Decky di samping Suryo anteng banget, apa lagi ngramal pemandune po yo?
liat tuh di pojok ada Wining dan Ahyar
ternyata sejak Ospek udah ditakdirkan bersama
apa tumonn?

itu yang maju si Kis bukan?


Masih ingat ada teman kita si Rini?

suporter den baguse Teguh!

Foto di Bromo paska PU THH



Masih ingat foto ini kan?
dulu setelah PU THH di Probolinggo dan yang Gresik trus pada ketemuan di gunung Bromo
ada sedikit rame2 , jadi lucu deh....
Nampaknya sedikit-sedikit udah mulai nongol semua nih di foto


Gmelina


wajah-wajah culun
Siti Isfiati, Ari, Hesti, Ainun, puji?, Fangwan, Yayan, Jo Brin,sama Dede Amas Subhan ya
eh Gmelina dah nggak ada
masih ingat siapa yang kesusahan bilang Gmelina waktu opspek?
Gmelina jadi Glemina
he..he... sugeng siang mas Daryanto!

DESAH KI LURAH:PAGUYUBAN ’93 DAN 9 NILAI DASAR RIMBAWAN

Tapi, bukankah masa kini itu tak pernah ada? Karena, ketika menetapkan ”kini” ia sebenarnya ”nanti”, dan begitu kita selesai mengerjakan ”kini” ia segera menjadi ”lalu”

(Radhar Panca Dahana,2001)


W

arga paguyuban ’93 sebenarnya terlahir dan dihuni oleh warga yang bersih, baik dan terbuka. Namun sifat itu menjadi semakin menipis ketika ada perbedaan pilihan beraktifitas. Jenis aktifitas itulah yang kemudian memberi sifat baru dan kacamata baru hasil didikan, ajaran bahkan doktrin dari wadah yang dimasuki yang kemudian memberikan Stigma kepada sesama warga yang berbeda pilihan. Mulailah ada Gap bahkan cenderung menjadi sumber pertentangan. Inilah masa dimana seluruh warga sedang mencari identitas kepribadian. Anak muda itu baginya yang setiap centi waktu adalah ruang untuk mencari.

Ketika masa fanatisme itu lewat, maka kesadaran untuk kembali berkumpul pun tumbuh.  Menukil ungkapan orang bijak : Kita adalah ”diri yang retak”. Diri yang senantiasa bergerak mencari keutuhan, tidak habisnya. Lebih tepatnya diri yang tak pernah jadi, tak akan jadi tetapi menjadi. Ia disempurnakan oleh lingkungan; bukan I think therefore I am, tapi bisa jadi lebih tepat I’m because of my relative age status and gender to the others, atau pendek kata I’m because of you are. Dalam bahasa yang lain : “aku adalah retak yang direkat oleh sekelilingku dan jika kau temukan kekurangan di diri orang lain, dapatkan pelengkapnya di hatimu sendiri”.

Tahun 2007 yang lalu, Departemen Kehutanan mensosialisasikan 9 Nilai Dasar Rimbawan yaitu : Jujur, Tanggung Jawab, Disiplin, Ikhlas, Visioner, Adil, Peduli, Kerja Sama, dan Profesional. Dari aspek dinamika kelompok, menurut pandangan Ki Lurah, sesungguhnya apa yang sudah kita lakukan selama bertahun-tahun pada masa itu sudah merupakan suatu fondasi yang kuat untuk membentuk karakter 9 nilai dasar rimbawan tersebut. Kita pasti masih ingat betapa jujur dan ikhlas-nya Gety ketika waktu Opspek dia membalik rok hitamnya bagian luar menjadi bagian dalam sehingga kelihatan furring saku roknya meskipun perintahnya adalah membalik rok bagian depan ke bagian belakang. Besarnya rasa tanggungjawab-lah yang mendasari Heru mengambil pilihan harus menikahi Susan meskipun kuliahnya baru berjalan beberapa semester. Saking adil dan disiplin-nya dengan apa yang telah disepakati menjadi penyebab kita ribut dengan pembina dan pendamping PU Konservasi karena jadwal main bolanya diganti dengan materi praktek. Untuk urusan Visioner, Deky telah membuktikan dimulai dari cermatnya melihat peluang bisnis mobil second sampai mendirikan Gamawati (Gabungan Makelar Wathon Bati) dan terakhir khabarnya beliau banyak didatangi oleh pasien untuk berobat baik fisik maupun mental dan tamu yang ingin divisualkan kehidupannya dimasa datang. Gak ada yang bisa mengalahkan kita untuk urusan peduli sampai-sampai waktu Kuliah Lapangan kepedulian warga tidak hanya tertuju pada hotel untuk fungsi relaksasi, namun juga fungsi ekonomi sehingga jam dinding, sarung bantal dan sprei milik hotel pun ikut diambil. Meja sekolah SD akan tetap menjadi alas untuk menulis jika tidak dipoles dengan kerja sama oleh kita yang akhirnya bisa menjadi panggung hiburan antara warga paguyuban dengan penduduk di Kampus Getas, dan yang terakhir Siapa sangka Ronald & Jampez yang dulu hanya dikenal di komunitas ETALASE (Edan Nguntal dan Lotse), sekarang namanya sangat disegani dan sudah akrab ditelinga masyarakat, pejabat pemda dan aparat Perhutani berkat kerja professional-nya memberdayakan masyarakat disekitar hutan jati di Yogyakarta dan Jawa Tengah.

Ki Lurah  sangat mengharapkan kepada seluruh warga, untuk bisa berkreasi dan tidak ”anget-anget telek pitik”, ditengah penat dan jenuhnya tugas yang memang menjadi kewajibannya. Prinsipnya adalah pertama, kita jadikan jalinan ini sebagai sebuah jalinan romantisme yang ringan dan saling mengingatkan (yang sudah mulai dilontarkan oleh Elwan bahwa warga paguyuban ikut berperan dalam rusaknya hutan Indonesia). Kedua, dari hal yang ringan tadi sudah barang tentu nanti akan saling terkait dengan siapa memerlukan apa dan kita akan saling memberi apa kepada siapa (sopo ngerti ternyata besok Anton Mandra dan Heru Lenthu bisa besanan). Dengan begitu Babak ke-II peran Paguyuban untuk membentuk karakter 9 Nilai Dasar Rimbawan bukan sebuah hal yang mustahil.

 

Wassalam.

Mukti Aji

Palangka Raya  – 2008.

 

 

Thursday, March 27, 2008

Prendis di Berita






Meningkatkan Kemakmuran Masyarakat Sekitar Hutan
Kompas; Jumat, 28 Maret 2008 | 02:22 WIB

HENDRIYO WIDI

Dengan sabar, Mbah Pani (80) mengumpulkan rencek atau kayu bakar dari dahan jati yang dipanen Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan atau KPH Randublatung, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, Rabu (12/3). Perempuan asal Dukuh Badong, Desa Kelapaduwur, Kecamatan Banjarejo, itu sesekali menyeka peluh yang merambati keningnya yang keriput.

Ia tidak mau berebutan dengan para pencari rencek lain. Ia juga tidak iri jika pencari rencek lain mendapat kayu lebih banyak.

”Gusti sudah memberi setiap orang rezeki sendiri. Kalaupun memperoleh rencek banyak sekali, si Mbah tidak kuat mengangkatnya,” kata dia sembari tersenyum menunjukkan giginya yang sudah tidak genap lagi.

Mbah Pani hanya mampu mengumpulkan empat bongkok atau ikat rencek setiap kali pergi ke hutan. Rencek itu tidak pernah dijual, tetapi digunakan untuk memasak.

Seminggu sekali, Mbah Pani cukup membeli satu liter minyak tanah. Minyak tanah itu dimanfaatkan untuk membuat api.

Bagi Mbah Pani, uang untuk membeli minyak tanah lebih baik digunakan untuk membeli bahan makanan. Tak jarang uang itu diberikan sebagai uang saku cucunya.

Mbah Pani mengatakan, rencek itu habis setelah 10 hari. Jika digunakan bersama anak- anaknya, rencek hanya dapat dimanfaatkan untuk empat hari.

”Ya, kalau habis harus cari lagi. Kalau tidak, mau masak pakai apa?” kata Mbah Pani yang selalu membawa uang Rp 2.000 setiap kali pergi mencari rencek.

Bersama sejumlah tetangganya, Mbah Pani mencari rencek di kawasan hutan jati KPH Randublatung. Ia berangkat naik bus umum dari desanya yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari kawasan hutan jati.

Pulangnya, ia mencegat truk atau mobil bak terbuka untuk membawa rencek. Ia harus membayar Rp 1.000 kepada sopir yang bersedia berhenti dan mengangkut rencek Mbah Pani.

Usai bongkok-bongkok kayu itu diturunkan di tepi jalan, Mbah Pani mengangkut bongkok itu satu per satu menuju rumahnya. Jarak rumah Mbah Pani dari jalan raya sekitar tiga kilometer.

Bukan hanya Mbah Pani yang merasakan manfaat hutan jati. Bagi Sumardi (40), petani Dukuh Kaliklampok, Desa Ngliron, Kecamatan Randublatung, hutan jati memberikan tambahan penghasilan.

Setiap kali Perum Perhutani memanen jati, Sumardi beralih kerja menjadi buruh tarik kayu jati atau penyarad. Ia memanfaatkan dua ekor sapinya untuk menarik gelondongan kayu jati yang sudah ditebang.

Sembari mengistirahatkan sapi-sapinya, Sumardi berkisah. Setiap kali Perum Perhutani memanen jati, mereka selalu menghubungi para petani di desa dekat lokasi tebangan. Mereka meminta petani membentuk satu kelompok penarik gelondong kayu yang terdiri dari empat orang.

”Kami mendapat bayaran Rp 12.000 per meter kubik kayu,” kata Sumardi yang pernah menarik kayu hingga 90 meter kubik.

Biasanya pekerjaan itu dilakukan selama 15 hari atau sesuai dengan luas lokasi tebangan. Pekerjaan itu rata-rata dilakukan setiap tiga bulan sekali.

Menurut dia, pekerjaan itu sangat membantu meringankan beban hidup sehari-hari. Uang hasil kerja menjadi buruh tarik kayu digunakan untuk modal bertani dan membiayai dua anaknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar.

Sahabat

Bagi Sumardi dan Mbah Pani, hutan dan pohon jati merupakan sahabat karib yang memberi hidup. Begitu juga bagi Jatinah (40), warga Desa Tegalrejo, Kecamatan Cepu.

Ibu tiga anak itu mengatakan, setiap bagian pohon jati, yaitu daun, ranting, batang, dan akar, ngrejekeni atau memberi rezeki. Namun, ia tidak dapat memanfaatkan semua bagian itu karena keterbatasan hidupnya.

Jatinah lebih memilih mencari daun jati. Terkadang, ia juga mencari rencek untuk memasak.

Setiap dua hari sekali, Jatinah mencari daun jati di hutan jati di sepanjang kanan-kiri jalan Blora-Cepu. Mulai pukul 07.00-13.00, biasanya ia mampu mengumpulkan empat gulung daun jati.

”Satu gulung daun jati berukuran besar laku Rp 5.000, dan yang berukuran kecil Rp 4.000,” kata Jatinah yang menjual daun jati itu di Pasar Cepu.

Jatinah mengaku, hasil penjualan daun jati itu dapat digunakan membeli kebutuhan hidup sehari-hari. Ia tak mungkin terus bergantung kepada suaminya yang bekerja sebagai petani, karena baru mendapat uang setelah panen padi.

Menyerap tenaga kerja

Bagi masyarakat sekitar hutan, keberadaan hutan jati sangat menunjang kesejahteraan hidup mereka. Setiap bagian pohon jati, daun, ranting, batang, dan akar dapat dimanfaatkan. Begitu pula setiap jengkal tanah hutan jati yang dapat ditanami tanaman tumpang, misalnya jagung.

Luas hutan di wilayah KPH Randublatung lebih kurang 32.000 hektar. Hutan itu tersebar di 34 desa. Sebanyak 33 desa sudah menandatangani nota perjanjian Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).

Berdasarkan data KPH Randublatung Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah tahun 2005, perekonomian masyarakat sekitar hutan di wilayah KPH Randublatung bertumpu pada sektor pertanian, terutama lahan kering.

Penduduk bermata pencarian sebagai petani berjumlah 16.952 jiwa (65,38 persen) dan buruh tani 6.509 jiwa (25,1 persen). Sisanya sebagai pegawai negeri sipil, TNI/Polri, karyawan swasta, wiraswasta, pertukangan, dan jasa.

Pendapatan rata-rata masyarakat sekitar hutan sangat bervariatif. Pendapatan penduduk desa satu dengan yang lain berbeda-beda.

KPH Randublatung mencatat pendapatan terendah masyarakat yang bergantung dari hutan pada 2005 sebesar Rp 697.857 per tahun. Sementara itu, pendapatan tertinggi mencapai Rp 8.784.326 per tahun.

Pada tahun-tahun sebelumnya, pendapatan rata-rata masyarakat sekitar hutan berkisar Rp 480.000-Rp 5.500.00 per tahun. Seiring dengan semakin terbukanya lapangan pekerjaan di hutan, pendapatan itu naik secara bertahap.

Perum Perhutani menggandeng mereka untuk bekerja di bidang tebangan, penyaradan, persemaian, tanaman, dan teresan. Serapan tenaga kerja itu kebanyakan didominasi kalangan petani dan buruh tani.

Tercatat dari tahun ke tahun, masyarakat sekitar hutan yang bekerja dalam kegiatan PHBM semakin bertambah. Misalnya pada 2006, tenaga kerja yang terserap 3.350 orang. Dengan tenaga kerja sebanyak itu, KPH Randublatung mengeluarkan biaya Rp 2,3 miliar.

Pada 2007, serapan tenaga kerja meningkat menjadi 9.657 orang. Pada tahun itu, KPH Randublatung mengeluarkan biaya sekitar Rp 5 miliar.

Administratur KPH Randublatung Perum Perhutani Unit I Jateng Hari Priyanto mengatakan, Perum Perhutani tidak dapat menyerap semua masyarakat sekitar hutan untuk menjadi tenaga kerja. Namun, mereka dapat memanfaatkan hutan jati itu.

”Mereka dapat mencari rencek, akar, dan daun jati. Kadang kala juga ada warga yang bercocok tanam di lahan Perhutani meski tidak tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH),” kata dia.

Kepala Seksi Pengelolaan Sumber Daya Hutan KPH Randublatung Trisno Aji mencontohkan, setiap kali menebang pohon, Perhutani selalu melibatkan masyarakat. Mereka dapat bekerja sebagai penebang pohon dan penyarad gelondong jati.

”Setiap kali tebangan A2, Perhutani melibatkan lebih kurang 70 orang per petak. Padahal, jenis tebangan A2 berjumlah 21 petak, belum lagi tebangan jenis kayu jati lain,” ujar dia.

Pemberian honor pekerja tergantung luasan petak, jenis kayu, dan jarak. Misalnya, penyarad diberi honor Rp 10.500-Rp 14.500 untuk menarik jati berjarak 200-600 meter. Jika jenis kayu tebangan basah, biaya itu dinaikkan 20 persen.

Tukang Riksaw dari Jepun- Ganis

Keluarga Pak Lurah 93, Mukti Aji





Monday, March 24, 2008

Koleksi Foto kita........

Hampir komplet....
ada yang hilang juga nggak ya dari kapal ini?



Wah buanyak nih, Winanto, Mukti Aji, Wahyu, Q Q (selamat malam), yang belakang itu bayu atau danang? santi , sampingnya siapa tuh nggak jelas wajahnya? tomy, teguh, dede, tarudin,

Suryo, Winanto, Mirza, Ngainur Rafiq, Daryanto
minum teh apa teh tuh?


Irwansyah, Almunadi, Mukti Aji dan Winanto
habis ujian apa tuh ji kok mumet?


Antara Sinder dan Pesanggem?
ini kayaknya di KL ya?



Banyak orang gila!!
Tomy kamu meluk siapa tuh? Bayu, Taruddin, Amin Menyink, Dede Jabar
Ada teman kita Almarhum Boby di belakang


Gunawan, Slamet, Teguh 'Mbendol', Wiyanto, Mirza 'Cindil'
Kowe ki ngapa ndil?









Foto-foto Jadul dari Yayan

KL di Baturaden, 
Ternyata angkatan kita sangat terkenal dengan kisah-kisah KL di Baturaden
dari hilangnya jam dan selimut di penginapan hingga hilang kesadaran disaat KL
itu taun 95 ya?


Masih ingat wajah-wajah culun ini?
kata yayan sih judulnya 5 sekawan, ada yang tau keberadaan Fang Wan?

Siapa saja ya yang ada disini?


Rombongan tukang rapat 

Saturday, March 22, 2008

KODE ETIK RIMBAWAN INDONESIA


Rimbawan adalah seseorang yang mempunyai pendidikan kehutanan dan atau pengalaman di bidang kehutanan dan terikat oleh norma-norma sebagai berikut:

1. Beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2. Menempatkan hutan alam sebagai bagian dari upaya mewujudkan martabat dan integritas bangsa di tengah bangsa-bangsa lain sepanjang jaman.
3. Menghargai dan melindungi nilai-nilai kemajemukan sumberdaya hutan dan sosial budaya setempat.
4. Bersikap obyektif dalam melaksanakan segenap aspek kelestarian fungsi ekonomi, ekologi dan sosial hutan secara seimbang dimanapun dan kapanpun bekerja dan berdarma bakti.
5. Menguasai, meningkatkan, mengembangkan, mengamalkan ilmu dan teknologi berwawasan lingkungan dan kemasyarakatan yang berkaitan dengan hutan dan kehutanan.
6. Menjadi pelopor dalam setiap upaya pendidikan dan penyelamatan lingkungan dimanapun dan kapanpun rimbawan berada.
7. Berprilaku jujur, bersahaja, terbuka, komunikatif, bertanggung gugat, demokratis, adil, ikhlas dan mampu bekerjasama dengan semua pihak sebagai upaya dalam mengemban profesinya.
8. Bersikap tegar, teguh dan konsisten dalam melaksanakan segenap bidang gerak yang diembannya, serta memiliki kepekaan, proaktif, tanggap, dinamis dan adaptif terhadap perubahan lingkungan strategis yang mempengaruhinya baik di tingkat lokal, nasional, regional, dan global.
9. Mendahulukan kepentingan tugas rimbawan dan kepentingan umum (publik interest) saat ini dan generasi yang akan datang, di atas kepentingan-kepentingan lain.
10. Menjunjung tinggi dan memelihara jiwa korsa rimbawan.