Friday, April 11, 2008

Hutan dan Pembangunan Daerah 4

Ndra, sekaline jampez ki syarate ben ide ne bagus lan nulise dadi apik ono rahasiane to... Ngebir ha..ha... 

Aku setuju Pez, kekuatan modal yang ada di sekitar kita memang luar biasa kuatnya dengan indikasi seperti yang njenengan contohkan itu,  indikasinya juga kuat sekali : group2 besar pertambangan dan perkebunan sawit selalu bermain dibelakang. Konteksnya Nana kemarin kan RTRWP, jadi bicaranya emang pada status kawasan dulu. Tempatku sekarang termasuk dalam 1 dari 3 Provinsi yang RTRWP nya belum disetujui karena faktor utamanya ya kepentingan pemilik modal tadi. Bayangkan : Instansi kita masuk dalam Pokja RTRWP, namun secara riil kita seperti sendirian berada dipihak yang berseberangan dengan seluruh unsur yang ada, bahkan sampai pas pembahasan ke Jakarta kita berangkat sendiri dan cari penginapan sendiri sementara mereka (Dewan, Dinas Tambang & Dinas Kebun) fasilitas dan akomodasinya boleh dibilang di bintang 5 semua). Mesipun saya tidak terkena langsung tapi kalo ancaman dan gertakan sudah gak terhitung, kita dituding "lha yang gaji kan Gubernur kenapa malah membela kepentingan pusat?" sampe "Dasar orang Jawa cuma cari makan aja disini aja koq" pernah terlontar (untung bolo-boloku cah '93 gak ono, nek ono lha mesti wis dadi tawuran etnis ha..ha.. dan padahal aku kan gak cuma cari makan disini, yang kucari hanyalah sesuap nasi dan sesendok berlian )

Otonomi daerah juga menambah panjang dafar sebab, karena dengan otda, daerah dipacu untuk sebesar-besarnya punya PAD. Ibarat di roman dan sinetron picisan yang melakukan pembenaran terhadap maaf...pelacur karena sudah ndak punya modal & ketrampilan apa2 untuk dijual, maka satu itu aja yang bisa untuk modal bertahan hidup. Sama dengan kita, dari 14 kabupaten yang ada, hanya SDA aja yang dipunyai jadi ya .. Konversi hutan buat tambang apalagi kebun memang lebih menjanjikan untuk dapat PAD lebih besar dari pada kehutanan.

Masalah penutupan lahan juga betul pez, banyak pejabat bahkan sampe perguruan tinggi mempertanyakan lha wong kenyataan di lapangan hanyalah alang-alang koq masih diklasifikasikan sebagai hutan, mau dimanfaatkan aja susahnya minta ampun sampe ijin pelepasan kawasan ke Menteri Kehutanan segala. dan Ijin pelepasan ini yang sering dijadikan stigma bahwa Kehutanan itu Arogan.

Untuk DAK-DR dan Reboisasi kelemahan kita memang base-on nya pada proyek jadi ya..banyak gagalnya bahkan banyak sekali pengelola DAK-DR kita udah masuk Bui. Yang agak sulit implementasinya karena parameter aturannya seringkali JAWA sebagai parameter seperti kelompok tani (disini mana ada kelompok tani yang secara riil ada di masy. paling2 juga bentukan dadakan sebagai persyaratan administratif) belum lagi standar upah dan biaya keg. apalagi LSM pendamping aduh...miris banget kalo kita liat, gak ada sifat fasilitatornya dan gak punya semangat pemberdayaan sama sekali. Guyonan kita disini bahwa ternyata ORANG HUTAN lebih pintar dari ORANG KEHUTANAN dalam urusan reboisasi, karena orang hutan hanya dengan fesesnya sudah bisa membantu merubah biji yang dimakan ketika dikeluarkan bisa tumbuh jadi tanaman, belum lagi kalo pake tangan dan kakinya he..he..

Tapi seperti kata yogi dan Anton, Rimbawan itu sikap mental jadi ya kita tetap optimis dan berkarya, sekecil dan seremeh apapun "Ruh" rimbawan masih melekat. Kalo definisi Rimbawannya Tony ya... monggo... Ki Lurah Mboten Nderek...

Suwun
Mukti 'Pak Manten Lurah' Aji

No comments: