Sunday, May 11, 2008

Hutan dan Keamanannya 5

by

Edy Jampez


Menarik sekali diskusi teman-teman, mudah-mudahan bisa mencerahkan kita semua.

Saya salut kepada Untoro maupun Mandra yang masih bisa menahan untuk tidak meledakkan senjatanya. Memang mestinya seperti itu dan mudah-mudaha selalu seperti itu.

Untuk tidak terlalu menyederhanakan masalah marilah kita berpikir kenapa masyarakat begitu mudah diprovokasi? Menurut saya ada dua, satu yang memprovokasi memiliki uang ataupun sumber daya lain yang dibutuhkan masyarakat. Dan si provokator tidak merasa enggan untuk demi kepentingannya membagi-bagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan. Yang kedua orang mudah digerakkan karena sebenarnya secara kolektif mereka melihat ada satu pihak yang mereka sepakati sebagai musuh bersama. Musuh yang telah menyebabkan kondisi penderitaan mereka saat ini. Saya sepakat, hal ini tidak bisa hadir lewat proses dan sejarah yang panjang. Celaka memang kalau ternyata kedua hal tersebut hadir dan saling melengkapi. Jawane: Tumbu oleh TUTUP.

Dari mukti aji

Yang saya pahami dari beberapa kunci pelestarian hutan salah satunya adl Pengamanan Hutan, bahkan sejarah pengelolaan hutan di Jawa pada saat dipegang belanda kunci itu yang lebih diutamakan sampe2 orang bawa parang masuk hutan pun gak boleh. Kita semua mungkin sepakat bahwa biang keroknya sebenarnya adalah cukong busuk yang memanfaatkan kemiskinan dan kekurangan warga dalm hal penghidupan bahkan di Kalteng Cukong busuk ini rela membagi motor bebek dulu, kepada semua warga desa yang mau ikut nyarikan dia kayu.

Kenapa kerja-kerja kita bisa dikalahkan oleh cukung-cukung ini. Kenapa kita tidak sikat cukung-cukung ini. Kenapa hokum selalu lemah tak berdaya ketidak berhadapan dengan mereka para cukong yang memiliki modal dan kekuasaan, sebaliknya hokum , polisi hutan, seolah-olah berwajah garang dan tegas main “dor” ketika berhadapan dengan operator di lapangan yang istilah Mandra hidupnya “mengenaskan”?


Rakyat, masyarakat, warga sekitar hutan barangkali terlalu sederhana dalam berpikir untuk kemudian mengambil keputusan "ikut" dalam rombongan dengan iming2 materi, tetapi saya yakin bahwa mereka pun dengan sadar sudah tau akan resiko dan bahaya yang akan ditemui.

Masyarakat memang sangat sederhana, yang penting makan, kebutuhan pokok terpenuhi. Mereka tidak punya banyak pilihan, hanya itu peluang yang mereka bisa jangkau untuk sedikit mendapat surplus. Salahkah ketika mencoba untuk berpikir untuk mendapat lebih? Cari tahu kenapa mereka terlalu mudah diiming-imingi. Jangan-jangan kita yang slalu menyalahkan mereka juga tidak kalah sederhana?

Terlalu sederhana untuk kemudian menyalahkan masyarakat, kenapa masyarakat yang sebenarnya sebagai korban selalu dipersalahkan. Pernahkan masyarkat jauh sebelum didatangkan para cukung yang dilegalkan (pemegang HPH) diajak bicara lebih dulu. Kenapa mereka slalu diajak bicara setelah pihak-pihak luar menyepakati rencana dan agenda yang akan dikenakan pada wilayah mereka. Dan Setelah itu kemudian mereka dikriminalkan, disalah, disebut leda-leda. Satu modus yang terjadi dimana saja dan selalu diulang-ulang.

Baik untuk kita renungkan bersama sebuah pernyataan dari Nancy Peluso penulis buku Rich Fores Poor People:

Para akademisi kehutanan cenderung berpikir bahwa mereka adalah kaum professional yang netral, mengaplikasikan ilmu kehutanan semata-mata untuk kepentingan Negara dan bangsa; mereka jarang sekali menyadari bahwa segenap kebijakan dan metode yang diterapkan adalah sebuah tindakan politis

Salut kepada dede, yang mengajak kita untuk melihat persoalan ini dari perspektif historis,,, studi postcolonial po De? Cuman, tidak cukup tentunya hanya dengan menyalahkan dan memandang kita sebagai korban system. Seruannya adalah baik yang ada didalam birokrasi maupun di luar birokrasi marilah kita rombak system yang menurut dede adalah warisan colonial itu. Perubahan harus mendasar, jangan seperti menambal dinding gedek yang sudah kropos dengan poster cantik Dian Sastro. Bongkar sampai pada pondasi-pondasinya. Jangan serahkan tugas ini hanya pada salah satu kelompok, perguruan tinggi ataupun NGO tidak jauh lebih hebat dari teman-teman semua. Marilah kita kerjakan bersama, baik yang pernah belajar di fakultas kehutanan maupun yang tidak, baik yang IPB maupun UGM (wakakakakakkakakak k)!

Kumpulkan semua pengetahuan, cerita-cerita seperti yang mandra sampaikan terakhir, siapa tahu itu bisa menjadi material, pilar-pilar untuk membangun bangunan kehutanan yang menjamin keadilan dan kelestarian.

Salam

EJ

No comments: